Kecerdasan
Emosi atau Emotional Question (EQ) adalah akumulasi kecenderungan individu yang
bersifat bawaaan dengan faktor lingkungannya.(Setia Furqon Kholid:Jangan Kuliah
kalau gak sukses). EQ sebenarnya memegang peranan penting kesuksesan seseorang,
bahkan jauh lebih tinggi dari IQ. Namun faktor ini belakangan kurang
diperhatikan. Berdasarkan survei di Amerika Serikat tahun 1918 tentang IQ,
terdapata hasil jika skor IQ anak-anak makin tinggi maka EQnya justru makin
rendah(Ary Ginajar Agustian:ESQ). Para orang tua semestinya telah memiliki
persiapan bagi anak-anaknya untuk menghadapi kemajuan IPTEK. Mudahnya akses internet
sebagai sumber berbagai informasi harus disikapi secara bijak dengan tidak
menghalangi penggunaannya namun tetap mengontrol anak-anaknya. Jika anak
dibiarkan terlalu lama berada di depan komputer atau laptop untuk akses
internet atau bermain game, anak tersebut akan memiliki kemampuan
bersosialisasi yang rendah. Padahal lingkungan tempat bersosialisasi adalah
salah satu bentuk pembinaan EQ. Belakangan ini bahkan tidak hanya anak-anak
yang kecerdasan emosinya kurang terbina dengan baik, tapi juga orang dewasa.
Berbagai latar belakang muncul pada masalah pengelolaan EQ orang dewasa
misalnya banyaknya masalah yang harus dihadapi. Dampak yang terjadi jika
pengelolaan EQ kurang salah satunya adalah tindakan anarkisme.Dewasa ini telah
terjadi banyak kasus karena kurangnya kemampuan kesadaran dan pengetahuan untuk
mengelola kecerdasan emosi, misalnya kasus pemukulan seorang perdana mentri
disuatu negara, atau meninggalnya seorang pejabat daerah saat menghadapi massa
yang sedang berdemonstrasi, atau banyaknya tayangan reality show yang justru
memberikan tontonan berbagai kekerasan fisik.
Beberapa
cara yang dapat kita lakukan untuk mengelola EQ antara
lain:
1. Meluangkan waktu untuk bersosialisasi setiap harinya, tidak hanya
terpaku dengan rutinintas yang harus kita jalani saja,
2. Mengembangkan sikap
toleransi dan empati pada orang lain (bagaimana harus menghormati orang lain,
serta merasakan apa yang dirasakan orang lain dengan memposisikan diri kita
pada posisi mereka),
3. Mengevaluasi diri,
4. Meluangkan waktu untuk
menyegarkan pikiran dengan berpiknik atau melakukan hobi lama yang jarang
dilakukan. Sebenarnya peran memperbaiki diri untuk mencapai EQ yang matang
tidak hanya datang dari diri sendiri, tapi juga dari lingkungan.
Lingkungan
dalam hal ini mencakup seluruh aspek, misalnya stasiun televisi yang diharapkan
mampu memberikan inovasi tontonan yang tidak hanya menhibur hapi juga mendidik.
Hal ini dikarenakan krisis kecerdasan emosi tidak hanya terjadi di Indonesia,
tetapi juga di berbagai negara. Demikian yang dapat saya uraikan mengenai
pentingnya mengelola kecerdasan emosi. Saya mohon maaf jika ada kata atau
kalimat yang kurang berkenan.
No comments:
Post a Comment